Minggu, 22 September 2013

Wedhok Dahulu

       Arah jam sembilan, ada sekumpulan satpam riuh yang sedang bergurau. Mungkin ia sedang mendeskripsikan atau sedang membahas subjektivitas masa kini dan berita seusianya. Lalu arah jam empat, gerombolan wanita muda yang sedang menginovasi. Dan arah jam dua, manusia yang sangat asik sedang berinteraksi satu sama lain.

       Aku hanya menikmati sore kala itu dengan cara yang berbeda. Sudah lama aku menyendiri menikmati kekosonganku. Aku memilih tempat yang lebih hening jauh dari gegap gembita, karna aku suka kesendirian tanpa meriahnya manusia di sekitar. Aku menikmati dengan cara hidupku sendiri dan sesekali bergurau secara verbal. Dengan siapa ?.

       Sore itu, aku mendatangi suatu tempat dimana yang sering atau hari-hari ku mampirkan. Hanya untuk sekedar bercengkerama sekaligus produktif. Tempat yang bernuansa outdoor. Aku cukup menyukai tempat itu, karena tidak begitu di padati gegap gembita manusia. Hanya saja suara sesaat yang di timbulkan oleh kendaraan bermotor, karena letaknya tepat berada di pinggir jalan.

       Mencoba menghampiri dan terduduk lah ia. Manusia ranum dan ideal untuk sepantarannya. Berperawakan postur badannya tidak terlalu tinggi, kulitya putih, dan sangat jarang melihat mata lawannya. Mungkin ia karakter seseorang yang pemalu atau belum biasa dengan manusia-manusia baru. Tetapi kala dulu kami ibarat seperti sepasang kaki 'Bila yang satu melangkah berjalan yang satunya lagi harus ikut melangkah agar tidak jatuh'. Namun lamanya detik, menit hingga jam, hambatannya hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Kami di jauhkan oleh waktu.

       Mataku memandangnya, menggerakkan badan, dan memainkan pergelangan kaki dan tangan.

       " Apa kabar sekarang ? ". Ucapku kepada manusia ranum itu.

       " Hmm kurang baik ". Jawabnya dengan nada pelan.

       " Lu gimana ? ". Tanya dia.

       " Wah sama dong ". Sambil tertawa di sertai gelengan kepala.
  
       Lagi-lagi ia sukar melihat pandangan lawan perbincangannya. Matanya yang membuang begitu saja, tetapi dari cara ia berbicara sangat lah lembah lembut dan memalu, seakan sedang di sanjung oleh para prajuritnya. Sekaligus mukanya yang memerah dan pergerakkannya yang salah tingkah. Manusia itu sudah cukup dewasa ketimbang dulu yang aku rasakan. Ia terbesit pada saat itu.

       " Katanya kangen pingin ketemu ? kok sekarang malah malu ? ". Tegasku.

       " Gapapa malu aja ". Nadanya yang sangat pelan.

       " Dari pada nanti sampe rumah nyesel ? hahaha ". Jawabku dengan terkekeh.

       Ia tertawa mendengar gurauanku. Beranjak lah ia dari posisinya yang membuang tadi ke hadapan depan. Akan tetapi matanya yang masih kabur-kaburan entah kemana. Sel-sel otakku berimaji.

       " Emang kangen kenapa ? ". Tanyaku yang ingin mengetahui isi jawaban darinya.

       " Gapapa kangen aja ".

       " Pasti ada alesannya dong ? ". Membuat pertanyaan yang terpojok, sehingga harus di jawab.

       " Ya kangen aja, udah jangan ketemu. Sebenernya sih udah lama, cuma baru berani ngomong 
          sekarang aja ". Jawab darinya.

       '' Gak berani kenapa ? ".

       " Gapapa, genak aja ".

       Aku mencoba menyusun benang percakapan yang tak beraturan, mencoba menjadikan suatu benang menjadi begitu rapih. Aku menatap matanya secara linier. Kita saling bertukar cerita, tentang cinta, tentang pengalaman, tentang sekolah, tentang keluarga dan masih banyak lagi lainnya. Kita begitu asik bertukar cerita, walaupun bising suara manusia hingga menyelimuti permukaan kuping. Terkadang kita memainkan mimik wajah, di tambah gerakan badan agar terlihat lebih ekspresif. Tetapi, itu lah yang membuat suasana kala itu bersahabat. 

       Aku bingung agar suasana tetap menjadi obrolan, karena ia sukar membahas pokok bahasan, selalu aku yang mendahuluinya. Ketika itu aku mengawali ceritaku, yaitu tentang cintaku. Sebuah hubungan yang sudah berjalan cukup lama. Tetapi akhir-akhir ini hubungan aku tak lah harmonis lagi. Kata sayang pun jarang di gunakan, sekalinya di gunakan juga tak berarti. Aku bingung dengan hubungan yang makin elips ini. Aku ingin hubunganku tetap lurus tidak tersendat tanpa ada batu yang  menghalang atau pun beling bercecer di jalan. Sudah lama hubunganku yang tak jelas ini terjadi. Entah penyebab dari si tak jelas ini apa. Mungkin dari cara ia hidup ? mungkin tidak pernah menuruti apa yang aku lontarkan ?. Tetapi aku tidak marah, aku memberi kebebasan pada dirinya. Namun berubahnya sikapku yang perduli, perhatian lebih, tidak mau kehilangan, hilang seketika. Mungkin dengan pemaparan saya, sikap ia hilang begitu juga. 

       Cukup lama aku menceritakan tentang cintaku kepada si manusia ranum itu. Ia memberi solusi-solusi, nasihat-nasihat dari caranya sendiri. Seseorang yang bingung atau terjerembak dalam ketakutan.. Seseorang yang masih belum bisa melupakan.. Seseorang yang masih di hantui perasaan lamanya.. Seseorang yang takut berjalan sendiri.. Seseorang yang takut aka hidup sendiri, tak mampu beranjak untuk berjalan sendiri. Kenapa manusia takut untuk sendiri ?, kenapa manusia takut untuk memulai ?, kenapa manusia takut tersendut menanti ?, kenapa manusia mudah di lupakan dan melupakan ?. Dan, semua itu adalah rasa takut. Perasaan yang enggan menerima ruang yang kosong atau ruang yang lapang. Tetapi, ketika kosong kau takut akan hampa, ketika itu kau berpikir hanya kepada benda. Kelapangan adalah konseptual untuk menuju kehidupan yang lebih sempurna.

       Ketika kita asik bercerita masa-masa, tatapannya berlikat ketika di tanya.

       " Gua dulu sama sekarang beda banget ya ? ". Lontarku hanya menerka.

       " Iya beda bangeeeett ". 

       " Emang kenapa kalo dulu ? dan kenapa kalo sekarang ? ".

       Ia bergeming, tetapi untuk beberapa lama berlalu ia berucap. Palanya hanya tertunduk, matanya hanya menatap sesaat tak mampu menatap lebih lama, ucapannya sedikit tersendat.

       " Iya lebih better aja, sekarang dewasa banget lebih ganteng ". Kata sandungan yang ia berikan.

       Ironisnya lagi ia berkata sangat jujur ketika itu, unek-unek di hati dan perasaannya tak malu untuk di katakan. Lelahnya isi hati yang terpendam di pecahkan pada saat itu. 

       Aku hanya termenung melihat belaka itu, terkadang kita atau manusia lainnya hidup untuk menghidupkan diri sendiri, agar tetap bisa menjalankan hidup yang sangat panjang.  Tetapi, di sudut pandang lain kita di tambah juga membutuhkan hidup antar sesama manusia. Menjalankan suatu hubungan cinta untuk menciptakan sebuah kehidupan selanjutnya. Tetapi, ketika kita menolak dan bergeming dalam lamunan yang panjang, hanya untuk mengubah karakter manusia, ketika itu kita tak akan pernah bisa menerima perasaan itu secara abadi, walaupun bisa dengan cara memaksakan. Manusia memang mempunyai subjektivitas sendiri akan makna cinta, tetapi cinta itu hidup dan tumbuh sendiri dalam keadaan yang tak bisa kita ubah.

       Sore itu semakin larut. Aku mendekretkan untuk pulang. Aku melihat ia begitu senang karena cerita-ceritaku, ocehan-ocehanku tadi, tanpa di sadari olehnya. Dan aku merasa ia sedang berkalut-kalut karena harinya ku temani. Aku berdiri dan meninggalkan singgasana. Aku hanya berhiperbolis belaka dan memberi salam tinggal padanya. Dan, angin, daun-daun serta berdampingan dengan ranting di pohon, pergerakkan awan, tanah, serta para makhluk hidup lainnya. Mereka menjadi saksi atas cerita kehidupan setiap manusia.

Jumat, 06 September 2013

Ada Yang Hilang


     Hidup untuk hari ini dan melakukan aktivitas lainnya. Mencari, mengulas dan menikmati detik kehidupan. Selalu saja aku menemukan hal yang baru. Terkadang membekas dalam nurani dan ada juga yang ku benci. Manusia dan makhluk lainnya. Malam itu aku mencoba menikmati kehidupan dengan yang berbeda. Memilih suatu tempat untuk menganalisis apa yang terjadi dalam benak pikiran ku. Aku cukup lama berada di tempat itu. Tempat dimana cerita ini dimulai. Kehidupan ku lebih banyak tercipta di malam hari itu. Entah, aku menyukai suasana seperti itu. Ketika angin malam menyelimuti ibu kota, sungguh aku menyukai malam. Banyak cahaya datang pada malam, aku suka keadaan itu.

     Aku menyukai kesendirian, karena aku dapat memahami diriku sendiri dan memahami sekelilingku. Penyebab bisa di bilang sedang bersedih. Malam itu aku berada di sebelah rumah yang terdapat garasi. Duduk terdiam memikirkan hal-hal sebelumnya yang membuat aku menjadi agak aneh seketika. Aku menikmati hidup dengan caraku. Agar pikiran otakku kembali padam dan tidak ingin memikirkan yang enggan di sukari dan membuat hal itu terpikir sepanjang waktu bahkan hari.

     Bumi terus berotasi. Hanya duduk tersilang yang saya dapat lakukan dan membakar sebatang, dua batang, tiga batang dan seterusnya di temani segelas air putih. Di tkp aku merasa kehilangan. Kehilangan apa ? Entahlah. Yang jelas aku merasa kehilangan sesuatu yang sudah ku abadikan. Malam semakin larut, tidak ada perubahan dari gerak badan ku dan sesekali menggelengkan kepala.

     Seketika terdengar alunan nada yang tersusun rapih. Aku mencoba memainkan nada-nada itu lewat rongga-rongga mulut kecil ini. Tersadar bahwa lagu yang ku mainkan sangatlah sedih. Bersahabat dengan permasalahan ku sekali. Masalah ku belum juga terpecahkan, tetapi dengan kesendirian ku pada saat itu membuat hatiku merasa sedikit lega. Aku bisa memanfaatkan kesendirianku. Banyak yang ku ambil darinya. Aku suka kesendirian.

     Kepada senja aku berbisik dan kepada malam aku bersenandung. Aku ingin bercetita tentang kasih sayang, tentang cinta, tentang hubungan, tentang jarak, tentang sebuah kepercayaan hubungan, tentang keikhlasan, tentang kesendirian. Lagi-lagi cinta. Lama kami tidak bercakap. Ya.. Hanya bercakap di hati. Selalu menanya pertanyaan yang jawabannya tanda tanya. Bahkan jawabannya ku ketahui sendiri tanpa di sadari orang lain.

     Tak mampu membuat cerita lagi, yang sebelumnya lebih indah, lebih baik lagi. Aku tidak mengerti keadaannya sehingga membuat diriku sedikit agak penat. Mungkin ia merasakan hal yang sama atau sudah bertemu sang kuda. Terus berpikir, logika menembus dimensi imaji. Merenggut perlahan logikaku, merusak sel-sel peredaran darah, sekarang memasuki saraf otak, mengendalikan sistem penggerakan, merusak pola pikir dan membuat kegelisahan. Tapi bagiku, butuh waktu lama untuk keluar dari zona itu.

Kamis, 05 September 2013

The Trip Of Semeru


Hatiku mulai risau ditampar kerinduan yang dalam
Jiwa ini pun mulai kehilangan keberanian seperti kala itu
Aku berusaha menatap kembali semangatku yang menggebu
Meraih cintaku pada asa digunung-gunung mimpi
Menghirup udara sejuk tanpa debu
Aku merindukan derasnya aliran darahku ketika menggapai kabut dini hari
Lalu menjejakkan kaki-kaki ini ke dalam jurang cinta yang dalam
Menerobos hawa dingin
Membasuh wajah ini dalam suka duka pendakian
Kebersamaan dengan angin yang bertiup kencang
Dan rumput basah malam hari..


Kami ingin menikmati akhir tahun ini bersama kabut tipis
Yang turun menelusuri lembah kasih "Ranu Kumbolo"
Menapaki "Tanjakan Cinta"
Dan merebahkan sejenak rasa lelah ini di hamparan luas "Oro-Oro Ombo"
Merenungi bekas aliran lahar di "Kalimati"
Menyampaikan salam keagungan pada jurang-jurang di sekitar "Arcopodo"
Hingga akhirnya kami berharap dapat menyapa surya di balik "Mahameru"
Yang selalu bergemuruh..


Jakarta (11-08-2013)
  
Hari yang cerah dengan datangnya sang surya yang bersahabat membuat saya tidak sabar untuk bersegera tiba diKota Malang. Tujuan pertama saya dengan kawan-kawan saya yaitu berada disana, untuk memulai langkah awal petualangan. Pagi itu, kita sepakat berkumpul diWarning pukul 09:00 WIB. Untuk jadi tempat dimana kita berjalan dari titik awal.
     
Alarm Handphone berbunyi pukul 5 pagi, menandakan waktu sholat subuh dan membangunkan diri saya untuk bersiap-siap agar tidak terlambat. Mempersiapkan barang-barang bawaan saya yang kurang, hal pertama sesudah saya sholat subuh, Karna sebagian sudahku persiapkan dan sudah stay di tempat specifically, ya.. Yaitu sekretariat WerdiBhuwana. Organisasi yang menurut saya membuat diri saya menjadi lebih mandiri, kuat, tidak putus asa dan lebih dewasa serta menjadi manusia yang inisiatif & kreatif. Namun, organisasi ini di pandang sebelah mata oleh sebagian para guru. Yang mendukung para guru untuk tidak menstujui organisasi ini adalah karna keberatan di fisik. Fisik ? menurut saya tidak sama sekali berat. Terlihat berat, tetapi tidak sedemikian. Mendaki Gunung, hal tersebut di bilang mengganggu pelajaran. Menurut saya tidak sama sekali, kalau memang pada dasarnya si anak itu pintar yasudah pintar, tetapi kalau malas yasudah malas. Banyak anak di luar organisasi WB di katakan anak pemalas, tetapi mengapa hanya di organisasi WB di katakan mengganggu pelajaran demikian ? . Sudah jelas jawaban bodoh yang di keluarkan oleh para guru. Dan adapun hal-hal yang di anggap berbahaya oleh sebagian guru. Jawaban yang tidak bisa kita lawan ketika guru mengatakan '' Di WB  itu ada yang hilang, bahkan meninggal tidak di temukan ketika berada digunung '' . Menjawab kataan tersebut sangat amat susah untuk memadamkan isi pikiran para guru. Mengapa ? yaa.. Jelas, kita sudah membuat nama organisasi ini jelek, karna membuat korban jiwa. Tetapi kami semua tidak mundur begitu saja, hari per-hari kami tunjukan bahwa organisasi ini baik dan menjadi panutan bagi orang lain. Ada permasalahan dengan guru kami bicarakan dengan baik. Ada pun ketika promosi ekskul, nama WB tidak di sangkutkan di daftar ekskul. Emosi saya pun tinggi melihat hal tersebut. Namun permasalahan tersebut bisa di selesaikan secara baik.

Waktu menunjukan pukul 09:00 WIB. Saya sendiri masih berada dirumah, karna orang tua meminta penjelasan jelas dari saya, mulai dari transportasi pergi sampai pulang & makan disana. Keasikan mengobrol dengan orangtua tersayang saya telat ngumpul, uang sebesar Rp. 800.000 di keluarkan untuk saya. Di dompet, saya memegang uang Rp. 200.000. Teman-teman saya semua mengabarkan kepada saya bahwa ia sudah berada di tempat. Tidak pakai lama lagi, saya pun mengambil tas dengan isi barang-barang kelengkapan dan mengeluarkan motor untuk pergi ke tempat tujuan. Salam perpisahan dengan orangtua tidak saya lupakan serta kepada kakak dan adik-adik saya.

'' Bang jangan lupa makan, sholat disana. Jangan takabur digunung selalu bebacaan yaa. Kalau sudah diMalang atau sudah mau naik gunungnya kabarin mamah yaa bang '' . Kata dan nada yang halus di keluarkan oleh mamah.

'' Iya mah pasti makan dan sholat kok. hmm iya mah.. nanti abang kabarin mah '' . Dengan senyuman yang sempurna dari saya..

Ayah, mamah, kakak, dan adik saya mengatakan '' Hati-hati ya bang ''. 

Dijalan dengan kelajuan di atas rata-rata saya sudah tidak sabar untuk berkumpul dan pergi keKota Malang. Sesampai diWarning kawan-kawan saya sudah sangat siap untuk melangkah awal perjalanan. Hari semakin siang, perlengkapan sudah siap dan logistik yang belum di penuhi. Disitulah kami memulai gerak mencari perbekalan makanan, minuman, senter + baterai cadangan. Setelah selesai belanja, kami memulai packing. Mulai dari matras yang di bungkus pakai plastik besar dan bunderkan ke dalam carrier, sleeping bag, pakaian, tenda dan frame di samping kantong kiri kanan carrier, makanan & minuman(alat makan & minum) dan alat keperluan individu lainnya.


(kiri-kanan) : Kiwil, Terra, Tebo, Saya, Cenggo, Hadjun


Tidak lupa ucapan yang di keluarkan sang orangtua, saya pun menunaikan sholat dzuhur & ashar dimushola sekolah. Kendaraan kami taru disekolah kami tidak jauh dari tongkrongan kami, meminta izin kepada satpam sekolah dan pamit pergi. Doa tidak terlupakan oleh kami sebelum berangkat. Menggendong cariel memakai sepatu tracking penampilan yang asing tersebut  membuat mata orang sekitar terus melirik kami. Kami naik bis 102 dari Jl.Paun pukul 16:00 WIB menuju Terminal Lebak Bulus. 

Perjalanan menuju Malang  

   

Dengan rekan saya 7 orang, yaitu : Rizky/kiwil, Alfian/botak, Terra, Donny/tebo, Radit/cenggo, Hadjun, Dodi/nabrak.


Di bis kami berdiri, sebab bis yang kami naiki terisi penuh. Tawa dan canda yang kami selalu terapkan dengan satu sama lain. Kami di kenakan uang 2.000 rupiah, ya.. Menurut saya itu sangat murah. Karna barang bawaan saya dengan yang lain cukup menyempitkan tempat. Tentu saja si kenek menagih hanya 2.000 rupiah. Sebab, si kenek masih anak kecil. Ia belum berpengalaman menurut saya dan supirnya pun masih kecil. Kira-kira umur anak smp kurang lebih. Macetnya dijalan membuat teman-teman saya kawatir tertinggal bus yang kami sudah pesan sehari sebelum berangkat. Karna keberangkatan bus pukul 16:00 - 17:00 WIB.

" Dang, ini jam segini ga telat apa ? " . Tanya anak-anak ke saya berulang-ulang dengan orang yang berbeda-beda.

'' Hmm gatau deh, kayanya sih terlambat " .

'' Trus gimana dong dang ? " .

" Yaudah gajadi berangkat kita '' .

'' Yakali dang.. Jam 4 kan busnya berangkat ? " . 

'' Iya jam 4.. " .

Karena saya dengan Rizky/kiwil doang yang tahu tentang pemberangkatan bus paling telat jam 5 sore. Saya dengan kiwillah yang membeli tiket sehari sebelum berangkat dengan harga Rp.325.000 / orang x 8 = Rp.2.600.000. Mereka hanya mengetahui jam 4 sore bus berangkat jadi sedikit panik tertinggal bus. 
     
Sampailah kami diTerminal Lebak Bulus pukul 16:38 WIB. Disana saya melirik kiri kanan kiri kanan untuk menemui bus Hartasanjaya, yaitu bus yang akan membawa kami dari Jakarta hingga Malang. Saya dengan yang lainnya memasukan carrier ke dalam bagasi bus tersebut.

'' Ini masih ada dang busnya '' . Tanya anak-anak dengan muka yang datar.

'' Sebenarnya paling lambat jam 5 sore busnya berangkat hahaha '' . Jawab saya dengan ketawa.

'' yee bikin panik lu hahaha '' .

Wajah mereka yang sangat lega karna bus belum berangkat membuat mereka semua makin tidak sabar tiba diKota Malang. Kebetulan sore itu saya belum makan & perut saya kosong. Kiwillah yang menemani saya membeli sebungkus nasi ayam dengan bumbu rendang yang lezat. Bus pun berangkat pukul 17:00 WIB. Kami duduk di deretan paling belakang bersebelahan dengan toilet. Tidak terasa malam pun datang di luar sangat gelap hanya terlihat lampu-lampu mobil, motor dan rumah-rumah sekitar. Bantal tergeletak di belakang kursi yang kami duduki, membuat akal pikiran tebo mengambilnya dengan cepat. Tak lama kemudian bapak-bapak lewat yang kami kira hanya seorang penumpang berselonjor di belakang kursi kami. Ia tertidur di belakang kursi kami dengan tempat yang begitu longgar. Ternyata si bapak itu supir bus atau pengganti supir yang sedang menyupir bus yang kami taiki. 

" Itu bantal saya! " . Sambil menarik bantal yang di pegang Tebo.

" Hahahaha " . Kami semua pun tertawa melihat kejadian tadi.

Lelahnya badan karna seharian aktif mendukung kami sekali untuk menutup mata dan lahap tertidurnya kami di bus tersebut. Bangunnya saya pukul 18:40 WIB, membuat saya penasaran lagi berada dimana. Oh, ternyata lumayan jauh kami meluncur dari lamanya waktu tempuh. Di tengah perjalanan mulut kami merasa asam akan sebatang rokok. Begitu asiknya saya dengan gaya mengangkat kaki satu dan di temani sebatang mild dengan kawan saya Tebo. Membuat bapak supir yang terlelap tidur tadi menjadi bangun seketika..

Ojo ngeroko-ngeroko!!!!!! kalau mau di depan deket supir!!!! ngeroko kok disini.. bus ac kok ngeroko.. ojo ngeroko lagi!! ".

Dengan sentakan yang kencang, logat jawa yang di keluarkan, mata yang melotot membuat para kepala penumpang menghadap ke belakang melihat ke arah saya. Saya dan tebo pun kena ocehannya. Tertawa di dalam hati yang saya sembunyikan dan menahan tawaan tersebut membuat saya keceplosan tertawa. "bhahahaha" . Kami berdua pun mematikan rokok tersebut dan bapak supir tadi pun tertidur lagi.  Lagi-lagi hal lucu terjadi ketika bus sedang mengisi bensin.. Cenggo di tuduh buang air besar, karena cenggo sedang berdiri di depan pintu toilet. Sedangkan yang membuang air besar penumpang lain. 

" Ojo ngisi duluuu !!! Wong lagi berenti ko ngisi, beleber " . Ujar supir tadi dengan marah-marah.

" Siapa yang ngisi siiii, bukan gua " . Emosi Cenggo yang memuncak serta pelototan yang tajam seperti mengajak berantem.

" Braakkkkk " . Bantingan pintu dari supir tadi.

" Tadi gua liat supirnya lagi bersihin tainya yang jatoh-jatoh hahahaha " . Kata tebo beserta tawanya.

" Iya gua di tuduh boker " . Kata Cenggo dengan tidak mau di salahkan.

Kami tidak habis-habisnya membahas dan menetertawakan kejadian tersebut.

Bus berhenti di pinggir kiri jalan pada pukul 19:10 WIB. Tidak lupa, saya pun segera berjalan menuju mushola untuk menunaikan sholat isya. Setelah tahiyat akhir dan di sertai dzikir & doa, bapak tinggi berambut gondong tak beraturan menanyai saya. Mau kemana kah tujuan saya ? Mau ngapain kah saya ? Disitu kami cerita-cerita. Kami pun terasa akrab, walaupun berkenalan hanya beberapa menit yang lalu.

Terlihat kawan saya di deretan bangku warung makan. Hidangan makanan di depan saya dan kawan-kawan saya mengundang saya dengan yang lain dan tidak pakai lama lagi saya memesan makanan tersebut. Ketika hendak mulai makan, bus pun berjalan kebelakang atau keluar dari parkiran untuk bersegera melanjutkan perjalanan.

" Ehhh gimana nih ? busnya udah jalan... " . Sorakan kawan-kawan yang panik karna baru memulai makan.

Bapak gondrong yang bertemu saya dimushola tadi berkata " Santai aja, ga mungkin dia ninggalin kita " . Ia duduk di samping kami sedang memulai makan juga. " Kalo di tinggal gimana pak ? " . Tanya anak-anak dengan muka tanda tanya. Bapak gondrong menjawab " Timpukin aeeee pake batu " . Dengan muka yang lawak. Kami pun tertawa terbahak-bahak. Kenek bus ngertiin keadaan kami semua, sehingga selesai makan kami segera memasuki bus dan segera melanjutkan perjalanan pada pukul 19:30 WIB. Mata selalu melihat arah jalan karna tidak sabarnya kami ingin segera cepat sampai. Pukul 21:30 WIB kami memasuki tol tujuan Cirebon/Semarang. 16 menit kemudian, kami berada diTerminal Cirebon yang hanya mata saya melihat dan meninggalkan terminal tersebut. Lamanya waktu di perjalanan membuat saya agak sedikit bosan. 

22:50 WIB = diKabupaten Brebes. Tidak lama kemudian berada diKabupaten Tegal.
01:00 WIB = berhenti dirumah makan Kota Sari.
02:20 WIB = diTerminal Mangkang Semarang.

Di tengah perjalanan saya melihat plang Jl. Siliwangi di pinggir perempatan, apabila lurus keSemarang, apabila belok kanan keJogja. Arah yang kami ambil adalah arah Semarang dan memasuki tol Mayaran. Satu per satu saya lihat kawan saya sudah menutupi mata. UNTAGyaitu Universitas yang saya lihat di seberang kanan tol. Tidak kerasa sudah seharian lamanya kami berada dalam bus. Mata dan kondisi badan yang sudah tidak mendukung saya pun tidur pada pukul 00:00 WIB dan terbangun pukul 04:30 WIB.Tidak tahu mengapa bus yang kami taiki mengoper ke bus lain. Ketika berada dalam bus yang baru kami naiki, disitulah saya di panggil oleh kondektur bus tersebut. Saya di mintai tanda bukti karcis bus sebelumnya dengan alasan bahwa saya dan kawan-kawan  benar dari bus sebelumnya. Melihat perbincangan antar kondektur dua bus tersebut seperti adu omongan, karna frekuensi uang yang di beri sangat sedikit di banding penumpang yang di opernya.

Waktu menunjukan pukul 05:39 WIB sang fajar pun menyinari pagi itu. Terlihat jelas gunung-gunung di hadapan saya yang begitu indahnya serta sunrise yang menyinarinya. Saya pikir gunung itu di atas 3000mdpl. Banyak penjual makanan memasuki bus kami. Lontong! ya.. Saya dengan cepatnya membeli lontong tersebut untuk saya dan kawan-kawan karna saya merasa sangat lapar begitu juga dengan kawan saya. Kini kami berada diSolo plat mobil dan motor pun hurufnya ADLagi-lagi lamanya dijalan membut kami sangat bosan. Dari bus Sugeng Rahayu yang di oper tadi, kami pun di oper lagi ke bus mini berwarna biru yaitu Puspa Indah pada pukul 11:20 WIB. 

Sampai diKota Batu jam 2 siang. Perjalanan yang menurut saya sanga terasa lelahnya. Hingga pada akhirnya saya tertidur. Yang lucunya lagi pada saat tidur kepala saya membentur kepala anak dari seorang ibu yang duduk bersebelahan dengan saya. Karna posisi duduk dan tidur saya yang sangat memaksakan. Dua kali kepala saya membentur. Senyuman dan tawa yang saya sampaikan kepada sang ibu lewat wajah saya. Untuk ketiga kalinya kepala saya membentur, saya merasa tidak enak kepada sang anak ataupun ibunya sedemikian. " Maaf dek.. Maaf ya buu " . Terang saya kepada dua orang itu dan memberikan senyuman.


Kota Malang
     
Botak(paling kiri), Nabrak(paling kecil)
at Landungan sari
DiLandungan Sari.. Yaitu terminal di daerah Kota Malang 12 Agustus pada pukul  2:30 WIB. Bersosialisasi dengan manusia berbeda dengan kota sebelumnya. Kami pun terasa sangat dekat walaupun kami baru sebatas kenal. Kota tujuan yang kami tuju dari titik awal sudah kami hinjak. Dinginnya kota tersebut membuat diri saya kangen akan dinginnya berada digunung dan semangat untuk mengejar target.. Yaitu kePuncak mahameru.

Kiwil, sosok kawan pendaki yang bersahabat, aktif dan banyak hal lagi yang dapat meringankan masalah. Dialah yang membantu saya dari awal mulai dari mencari tiket dan lain-lain. Di angkutlah kami oleh angkot karna saya  lebih memilih nyarter di banding ngeteng dengan biaya Rp.100.000. Pertama, karna jumlah harga akhir tidak jauh beda ngeteng dan nyarter. Kedua, Minimize waktu. Karna kami tidak mempunyai tiket pulang, sekaligus kami mencari tiket kereta dan bus. Sana-sini kami telusuri dari stasiun ke stasiun, dari penjualan tiket bus ke penjualan tiket bus lainnya. Huft, hampir sekitar 2 jam-an kami keder karena tiket pulang. Karna semua tiket kereta habis ludes. Tiket bus paling murah mencapai 450.000 - 500.000. Waw, itu sih mahal banget, uang kami kurang dari itu ! Saya yang agak sedikit stress dan sudah bingung harus melakukan apalagi melihat permasalahan tiket pulang tersebut. Semua berbagai macam hal sudah saya lakukan, Alhasilnya nol. Terdiam melihat bus-bus sana sini mobil-mobil sana sini orang-orang yang dengan sibuknya sana sini dan menatapi nasib yang sangat pait diTerminal ArjosariMainset saya lebih memilih menelfon ibu. 

'' Ass. Mah begini, abang sekarang diTerminal Arjosari Malang. Kami semua disini kekurangan uang karna tiket bus yang sangat mahal, tiket kereta juga habis total " .

" Yaudah kalau begitu abang sama temen-temen di jemput sama supir ayah saja diTerminal Arjosari " . 

Karna kebetulan ayah sedang tugas dan tinggal diSurabaya.

" Yakin bisa mah ? ". Dengan suara semangat.

" Iya bisa, kan Surabaya-Malang lumayan deket. Abang naik gunungnya hari apa ? Turunnya hari apa ? Ketemuan diterminalnya jam berapa ? Berapa orang abang ? Sebutin siapa aja namanya biar sekalian nanti ayah cariin tiket pulang " .

" Hari rabu naiknya, turun jumat. Sekitar sore lah jam 3 atau 4-an. " . Serta menyebutkan nama kawan-kawan.

" Yaudah abang hati-hati yaa bebacaan terus ya ".

" Iya mah makasih, nanti abang kabarin kalau udah mau naik dan turun dari gunungnya " .

Muka yang sebelumnya berantakan seperti benang kusut berubah menjadi muka semangat. Sampailah kami diDesa Tumpang pada pukul 18:26 WIB. Abang tukang angkot pun menaiki harga dari harga sebelumnya, dengan alasan bolak-balik. Dari saya pun wajar melihat hal tersebut, 4 jam supir menemani kami dan memberi sedikit solusi ketika kami sedang mencari tiket pulang tadi. Rp.200.000 uang yang kami keluarkan untuk supir angkot tersebut.

Jeep / mobil baklah satu-satunya kendaraan yang mengantarkan para pendaki ke pos pertama yaitu Ranupani. Berhubung 1 jeep harus terisi penuh kami menunggu para pendaki untuk bergabung dalam jeep, karna maksimal jeep untuk di naiki sebanyak 15 orang. Kami sempat stuck, ketika supir jeep menanyakan tentang surat kesehatan. " Kalau tidak ada surat kesehatan adek semua tidak boleh naik " . Karena kamilah waktu terbuang banyak, untuk mencari rumah sakit ataupun puskesmas. Pukul 20:00 WIB kami berangkat dari Desa Tumpang.

Desa Tumpang-Ranupani =  * Rp.35.000 per-orang(max 15 orang)
                                                                    * Rp.500.000(nyarter/kurang dari 15 orang)


Jeep asik bung !

Jeep dari Desa Tumpang
Jeep yang mempunyai sifat mobil sangat kuat. Dua kursi di bagian depan dan di tengah/belakang outdoors. mempunyai 4 ban yang besar serta alur bannya yang sangat bersahabat untuk medan ekstrem. Mobil ini memiliki kesan garang dan dapat melibas berbagai jalur curam dengan begitu mudah. Perjalanan dari desa tumpang menuju Ranupani sangatlah jauh, begitu pula dengan kondisi jalan yang menanjak terus di tambah pula jalan berbatuan tidak merata. Kami berdiri tegak di mobil melihat betapa indahnya alamku ini dan sejuknya udara disana membasahi jiwaku yang kering. Sekitar 2 jam kami dijalan sampailah kami dipos pertama pendakian Gunung Semeru yaitu, Ranupani 2.200 mdpl(meter diatas permukaan laut).


Gunung Semeru

Malam itu begitu dingin rasanya menusuk tulang-belulang yang tidak terbiasa dengan iklim sebelumnya. Napas saya mengeluarkan uap. Mencoba mengangkat kedua tangan sambil mencoba untuk meniupnya ke dalam rongga tangan dan menggosoknya perlahan-lahan begitu seterusnya. Pemberhentian itu mengantarkan saya ketempat pos pendaftaran Taman Nasionak Gunung Semeru.

Mendirikan tenda merupakan hal yang saya suka dan hal yang seru buat saya. karena dari awal berantakan di dirikannya dengan sungguh-sungguh kerja sama yang kompak mulai dari tenda, frame, cover tenda hingga pada akhirnya berdirilah dengan kokohnya tenda tersebut yang sebelumnya layu tidak berdaya. Dinginnya suhu disana tidak membuat diri saya menjadi bermalas-malasan melakukan aktifitas sebagai seorang pendaki.

Sebelum tidur dipos Ranupani, saya memutuskan untuk memilih warung nasi. Makan dan minum hal utama untuk energi tubuh saya. Ingin sekali mengabarkan orangtua, tetapi kondisi handphone dalam keadaan mati. Berhubung stop kontak menunjukan di depan mata saya berjalan lah saya menuju tenda dan mengudak-ngudak isi carrier untuk mengambil casan. Teringat orangtua, saya segera berjalan menuju toilet terdekat membasahi telapak tangan dan lain-lain untuk terakhir membasahi kaki. Sholat isya di dalam tenda dengan di tambah doa untuk di beri kesehatan jasmani & rohani, di mudahkan dalam perjalanan, di jauhkan dari permasalahan kecil maupun besar, berharap tidak ada kejadian yang tidak di inginkan serta berangkat bareng pulangpun bareng "Amin'' akan tetapi doa orangtua adalah doa yang pertama bagi saya.

Waktu menunjukan pukul 24:00 WIB. Memakai sarung tangan, kaos kaki, dan menggelar sleeping bag untuk memasukan diri saya ke dalam kantung tidur dan mencoba memejamkan mata. Berharap sang surya lebih cepat mendominasi sang gelap. Pagi itu pukul 06:00 WIB saya memutuskan untuk makan di warunng nasi. Dengan hidangan nasi rawon dan secangkir teh manis hangat yang berembun di sekeliling cangkirnya. 

Saya melakukan registrasi, karena sebagai pendakai saya taat akan peraturan yang berlaku, tidak mau mengambil resiko dengan cara tidak melakukan pendaftaran. Saya di palak untuk memberikan foto copy kartu pelajar, surat kesehatandan menulis di formulir yang berisi biodata nama-nama anggota, alat perlengkapan yang di bawa. Bayar pendaftaran 5 ribu rupiah & tenda di kenakan 20.000. Karna kami membawa 2 tenda  sehingga kami membayarnya Rp.40.000. Dan dengan syarat : Tidak mencabut dan mengambil bunga edelweis(bunga abadi), sampah di bawa kembali hingga turun, tidak di perbolehkan ngecamp diArcopodo karna medan yang berbahaya dan di takutkan hujan badai serta terjadinya longsor, tidak bisa 17an dipuncak, dan yang terakhir jika cuaca buruk dan tidak mendukung, dilarang untuk melanjutkan perjalanan. 


 Danau dipos Ranupani (danau Ranupani dan RanuRugelo)


Siap untuk tracking
Perjalanan itu saya mulai pada pukul 09:00 WIB. Medan yang kami lewati tidak terlalu berat atau memanjak, tetapi jauhnya perjalanan dan naik turun yang menguras tenaga. Karena memutari bukit-bukit beberapa kali sehingga membuat kami beristirahat sejenak. Pos satu, dua, tiga telah kami lewati dan tidak sabar untuk menginjak dipos empat yaitu, Pos Ranukumbolo. 


Ranukumbolo

Bersama Terra
Ranu Kumbolo adalah sebuah danau gunung diKabupaten Lumajang, Jawa Timur. Letaknya di Pegunungan Tengger, di kaki Gunung Semeru. Luasnya mencapai 15 hektar. Ranu Kumbolo adalah bagian dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Ranukumbolo (2.400mdpl) pos ke-empat pendakian Gunung Semeru. Pukul 13:02 WIB kami berhasil menikmati indahnya Ranukumbolo, yaitu surganya Gunung Semeru. Kami mencoba meletakkan carrier di tanah pos Ranukumbolo dan melihat sekeliling View dari Ranukumbolo. DiRanukumbolo terdapat tempat perkemahan. Tempat ini adalah salah satu titik berangkat untuk mendaki Gunung Semeru. 

Udara yang menusuk tulang, Rabu (13/8/2013), tak membuat sebagian pendaki enggan menyingkap dan keluar dari tendanya yang berada di sisi barat danau. Dengan sabar dan penuh harap, mata-mata mereka yang menunggu  melihat ke ufuk timur menanti munculnya sang surya dari balik perbukitan. Tetapi sayang, waktu kami berada disana pada siang hari dan tidak menggelar tenda untuk ngecamp. Danau yang di jepit oleh lembah menjadi penghapus lelah para pendaki dan cantiknya menghipnosis.


Melihat matahari hanyalah salah satu momen yang ditunggu oleh pendaki dan penggemar wisata alam yang sudah tidak asing di telinga pendaki Semeru, yakni Ranu Kumbolo. Lebih dari itu, bagi pendaki, danau yang masih asri dan berada di jalur pendakian ini memiliki fungsi vital sebagai tempat transit, baik untuk naik ke Puncak Mahameru, sebutan bagi puncak Semeru, maupun turun dari puncak gunung tertinggi di Pulau Jawa itu.

Di tempat inilah, mereka bisa melepas penat sembari mempersiapkan bekal dan tenaga untuk perjalanan selanjutnya. Maklum, didanau seluas sekitar 15 hektar yang terletak pada ketinggian 2.400mdpl kurang lebih, itu terdapat persediaan air melimpah. Kondisi airnya bersih dari pencemaran karena pengunjung tidak diizinkan mandi. Begitu pula untuk mencuci, pengunjung tidak di perbolehkan mengalirkan air bekas cucian masuk kembali secara langsung ke danau.

Terdapat sebagian pendaki memancing di pinggir danau tersebut. Duduk silang tangan memegang pancingan dan tangan satunya memegang sebatang rokok di temani segelas kopi menunggu dapatnya ikan-ikan kecil yang terdapat pada danau Ranu. Sungguh nikmatnya berada disana, rasanya tidak ingin pulang ataupun pergi kemana-mana. Duduk di bawah awan yang terlihat jelas diatas kepala kami, rasanya ingin saya ambil awan tersebut. Sayang terlalu banyak sampah yang dibuang sembarangan. Banyak yang tidak menjaga ekosistem alam. Mereka acuh dan masa bodo dengan keadaan alam yang semakin ironis. Dua jam lamanya kami memanfaatkan waktu untuk istirahat dan menggoreng makanan yang terdapat dalam logistik kami masing-masing. Mengambil air juga tidak terlupakan untuk perbekalan air dijalan. Serta sholat dzuhur, tidak peduli keadaan sedang dimana yang penting rasa niat dari dalamnya hati.





Ranukumbolo 2.400mdpl


Sejenak angin mulai menyapaku yang larut dalam lamunan angan
Aku yang lelah berjalan sedari tadi
Telah menemukan keindahan sejati di balik gunung-gunung abadi
Perasaan ini bagai larut dalam sepinya danau cinta pada dewa
Memandang jauh di balik belahan lembah kasih " Ranu Kumbolo "
Sambil memandang wajahnya
Dalam hati berkata " Kata-kata " cinta
Aku mencintainya










" Ranu Kumbolo seolah menjadi tempat transit yang wajib bagi pencinta alam bagi yang mendaki Gunung Semeru " .






Tanjakan Cinta


Tanjakan Cinta

Mengapa di namakan Tanjakan Cinta? Banyak alasannya, yang tentunya kadang kita anggap tak ada hubungannya. Tetapi ini yang bisa di cek secara langsung. Jika telah sampai di pertengahan tanjakan cinta, cobalah tengok ke belakang, dan pandang danau Ranukumbolo, walau tak persis, tetapi danau tersebut akan berbentuk seperti hati, walaupun tak segaris seperti hati sepanjang kita tahu gambaran hati.
    
Tanjakan yang pendek dan biasa kalau terlihat dari jauh, kini kami mendekatinya dan mencoba untuk melewatinya. Tanjakan ini sangat tinggi dengan kontur medan yang naik terus sehingga mencapai 60 derajat tanjakannya. Sudah lama tanjakan ini di beri nama tanjakan cinta adakala sebab, apabila seseorang memikirkan wanita ataupun pria yang ia cintai dan berharap kepadanya ketika memanjak sampai atas tanpa melihat sepeserpun ke arah belakang, ia akan mendapatkannya dalam waktu jangka ataupun langgeng dengan pasangannya. Jika ia melihat ke belakang gagallah rencana itu ataupun putus dengan pasangannya. Itu sih mitos ya namanya juga mitos, bisa benar dan bisa tidak. 

Sudah lama saya merencanakan untuk menengok kebelakang saat berada di tanjakan itu. Tetapi 7 kawan saya tidak ada yang menengok walaupun sudah saya teriak-teriak " Woi tungguin gua, gua masih di bawah sendirian. Ga solid lu semua". Saya menipu dengan kata-kata tersebut agar salah satu dari mereka ada yang melihat ke belakang. Tetapi mereka semua fokus pada mitos tersebut dan tidak peduli jika salah satu teman darinya ada yang tertinggal atau kecapean. Dengan bingungnya saya akhirnya tidak menengok sama sekali sampai pucuk tanjakan tersebut. Sesampainya di atas terlihat wajah- wajah mereka yang sangat lelah. " Dang elu tadi yang manggil-manggil ? hahaha " . Ujar mereka.

Go to Kalimati..

Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700mdpl, disini dapat mendirikan tenda untuk beristirahat. Sebenarnya terlalu jauh untuk menuju puncak, berhubung penjaga pos mengatakan tidak boleh ngecamp diArcopodo saya pun ngecamp diKalimati. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara, sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun. Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran hutan Kalimati dengan menempuh jarak 1 jam pulang pergi. Di Kalimati dan di Arcopodo banyak terdapat tikus gunung. Kemudian Pos Kalimati dinamakan, karena dahulu disana adalah sungai yang telah mati, hingga dinamakan Kalimati ( Kali : sungai ). Disana di jadikan tempat peristirahatan pendaki ala kadarnya untuk membuka tenda.


Hembusan angin ini yang membuatku tersenyum sedari tadi
membuatku selalu menengadah sayangku
menatap indahnya sekumpulan kabut di atas
Dedaunan mulai berbisik malu-malu
Edelweis seakan mengajakku bercengkarama
pasir dan debunya yang membuat suasana menjadi harum
Mahameru memang selalu ku rindu..


Malam itu pukul 19:30 kami telah sampai dipos Kalimati. Kami segera mendirikan tenda dan memasak untuk makan malam yang sangat kekurangan makanan pada saat itu. Ketika sedang asik memasak seorang pendaki menghampiri tenda kami.

" Permisi dek, saya mau ambil air di sumber air sana untuk memasak dan perbekalan minum untuk perjalanan menuju puncak. Karena air saya sudah hampir habis " . Dengan sopannya seorang pendaki tersebut berbicara dan menunjukan tangannya ke arah barat atau ke kanan saat ia mengatakan "sumber air di sana" .

" Ter, temenin gih mumpung ada temennya. Lagian juga air kita juga hampir mau habis " . Saya katakan kepada Terra dengan ucapan pelan sambil memegang panci yang sedang memasak makanan.

Dengan membawa carrier isi botol aqua tanpa air, mereka berjalanlah menuju sumber air tersebut untuk mengisi botol aqua yang tidak berisi air sebelumnya. Malam itu begitu tenang sesekali suara angin menggoyangkan ranting-ranting pohon yang sedang melamun. Makan malam saya begitu nikmat dengan hidangan kornet, naget dan sambar saus sambal. Setengah jam lamanya tibalah ia di balik tenda dan sudah terpenuhi isi botol aqua.

" Jam 12 malem nanti bangun ya, pasang alarm semuanya, kita langsung menuju arcopodo dan puncak. Barang-barang atau carrier kita tinggal disini. Istirahat dah biar agak lumayan enakan " . Tegas saya.

Senja mulai kelabu berganti dengan malam. Malam semakin larut membawa lamunan saya kepada cita-cita esok hari. Mata mulai terpejam yang ada hanya alunan desir ular dan suara jangkrik yang begitu setia. Kami semua tertidur pada pukul 20:15 WIB. Suara yang keras terbunyi dari alarm hp saya pada jam 12 malam terbangunnya saya, tetapi capek mengalahkan semuanya terbaring dan memejamkan mata. Malam semakin larut membuka mata dan melihat jam menunjukan pukul 1 pagi. Dengan cepat saya membangunkan semua kawan saya dari lelapnya tidur dan cita-cita mimpi yang indah. Karena terburu-buru dan tidak ada yang gerak dalam kondisi tersebut, saya mengambil carrier yang rada kecilan dan membawa satu setengah botol minum, bendera merah putih, bendera lainnya dan tidak lupa membawa alat penerang yaitu senter meskipun dingin membaluti tubuh. Tidak membawa perbekalan makanan hanyalah cemilan sesaat dan rokok. Itu hal yang salah bagi kami semua karna mesengsarakan pada saat perjalanan nanti. Karena dinginnya pagi itu membuat sendi bergemetar dan mengaret. Sehingga kami berangkat pada pukul 2 pagi. 

Go to Arcopodo..

Kami berdoa dalam gelapnya pagi dan alam yang begitu lirih. Perjalanan saat itu cukup mengoyak badan, karena angin begitu kencang menghajar dari segala penjuru. Sesekali mencari nafas dan mengaturnya kembali. Batas vegetasi kami lewati. Dingin dan bisingnya suara angin menjadi teman setia menuju titik tertinggi. Di tengah perjalanan menuju Arcopodo kami bertemu seorang pendaki laki-laki yang sedang turun mengatakan pada kami semua.

Kalau tidak kuat jangan di paksain ya, tadi banyak sekali yang seperti itu. Ada yang sampai patah kakinya gara-gara memaksakan " . Berbicara dengan nada setengah-setengah. Karena dinginnya pagi itu.

Entah kenapa hati ini menjadi berdebar dan sedikit gelisah. Di balik perkataannya tadi membuat mental kami semua jadi down. Tetapi selalu saya selalu tanamkan di dalam hati saya mulai dari percaya diri dan selalu yakin bahwa kita semua pasti bisa! Maka dari itu ketakukan, kegelisahan, dan konsekuensi sudah saya perhitungkan dengan matang. Mata selalu menengok ke arah jam yang saya kenakan di tangan saya, pukul tiga lewat tiga puluh tujuh pagi kami sampai diArcopodo. Lamanya di perjalanan tadi di sebabkan kebanyakan ber-istirahat dijalan. Tetapi ternyata, banyak pendaki yang melanggar aturan karena banyak sekali tenda yang ngcamp pada pagi itu diArcopodo.



Arcopodo 2.900mdpl

" Ini banyak yang ngecamp disini, tau gitu kita ngecamp disini aja dah. Lumayan kan ga terlalu jauh untuk ke puncak " . Keluhan dari mulut yang kami keluarkan.

Collapse, penyakit yang datang secara tiba-tiba menyerang diri dari kawan saya. Musibah yang tidak kami inginkan tetapi terjadi pada kami. Lamanya tapakan kaki tebo membuat kawan saya marah seketika. Karena terlalu lama berdiam bisa menyebabkan datangnya hipotermia(kedinginan). Karena waktu jalan lebih sedikit di banding waktu istirahat. " Ayo boo, lu pasti bisa. Jangan kelamaan diem nanti malah makin parah, ayo kita jalan lagi dikit lagi puncak kok" . Kata-kata semangat yang sering kami selalu ucapkan kepadanya. Ia sempat berpikiran untuk turun kembali. Kondisinya fisiknya yang sudah habis membuat kami semua menjadi bingung harus berbuat apa. Tetapi mentalnya sangat kuat dia selalu mengucapkan "tapi gua pengen sampe puncak" .

Terbaring di pinggiran jalur pendakian dan menutup mata itulah yang di lakukan oleh kawan saya. Selalu saya ingatkan " Jangan ada yang tidur dalam kondisi mendaki, berbahaya buat lu semua" . Itu hal yang saya takutkan. Tidak mau ambil resiko karna berlama-lamaan dijalan, saya pun berusaha menggendong Tebo. Carrier yang tadinya saya pakai, saya oper kepada Botak. Tidak mungkin seterusnya saya yang menggendong, apalagi berat badan dia jauh di atas saya. Karena lama-kelamaan capek yang menguras tenaga saya sehingga derasnya keringat yang mengucur. Seorang Cenggo dan Terralah yang membantu menggendongnya. Bertiga, kami bergantian untuk menggendong sampai dengan di pasir putih Gunung Semeru. Kami melewati sebanyak dua sampai tiga nisan yang terdapat dijalur pendakian.


Ini salah satunya..


Alm. Moch. Soegiharjono & Alm. Taufik P Ganifianto


Sunrise..


Sunrise


Kami mendapatkan sunrise tidak dipuncak. Sunrise yang tidak di berikan dipuncak saja sudah sangat memuaskan hati saya. Begitu besar kuasa Allah SWT. Digununglah mata  bisa terbuka lebar melihat alam yang indah ciptaan yang maha kuasa. Indahnya tak satu pun bisa mengalahkan dalam sepanjang sejarah hidup saya.



Negri di atas awan




Menuju puncak Mahameru


Menuju puncak Mahameru

Pasir Putih mahameru, disitulah mendaki yang sebenarnya. Medannya mencapai 70-75 derajat cukup sulit untuk di daki menurut saya. Naik selangkah kemudian turun tiga langkah, inilah ganasnya pasir putih Mahameru. Melewati bukit pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Jalur yang terbuka tanpa di temani pohon-pohon. Jalan merangkak satu-satunya cara untuk meminimalisir tenaga, dengan cara tangan yang mengayun ke belakang. Bertanya kepada diri sendiri " sampai kapankah berakhir ? " . Mental dan nyali kami teruji disana. Persediaan air minum kami telah habis dan cemilan makanan juga habis.

Hari semakin siang panasnya lahan terbuka mengalahkan dinginnya menuju puncak. Di tambah dengan seraknya tenggorokan sebab tidak bisa membasahi tenggorokan dengan air. Rasa ingin pingsan kami rasakan semua pada saat itu. Sebatas niat melewati hati saya ingin turun karna perjalanan menanjak masih sangatlah jauh. Tetapi yang di pikiran saya adalah saya pasti bisa menuju puncak dimana titik akhir Gunung Semeru berada.

" Ehh gua udah ga kuat nih parah, serek banget lagi air pada abis " . Ucapan yang sering kali di keluarkan.

Ketika saya dengan Terra dan Cenggo berada lumayan jauh dari kawan-kawan saya, kami lebih memilih menunggu yang lain. Disitu saya duduk di batu besar yang memecah-mecah. Membuka sepatu karena batu-batu kecil yang menusuk telapak kaki saya serta pasir-pasir yang memasuki sepatu membuat langkahan semakin berat. Yang bisa kami lakukan saat menunggu yang lain di bawah hanyalah membuka sebatang dari kotak bungkusnya dan membakarnya.

" Kacau nih kurang air banget gua dari awal " . Berbicara kepada dua teman saya.

" Sama dang gua juga nih, tapi tadi sih gua minta sama pendaki lain jadi lumayanlah untuk ngebasahin tenggorokan " . Ujar Terra. Sama halnya juga dengan Cenggo.

" Gua mau minta tapi malu gua, gaenak gituu.. " . Inilah yang ada dalam hati saya.

" Yaudah nanti kita minta bareng-bareng ya " . Ucapan Terra kepada saya dan sekaligus membuat saya semangat untuk mendapatkan air seteguk.

Entah mengapa keasikan istirahat kami terganggu dengan suara-suara yang kencang ataupun teriakan. Teriakan tersebut tidak hanya satu dua tiga orang, tetapi banyak yang menyorak-nyorak ke bawah yang berada di atas kami. Ternyata ketika kami lihat jelas ke arah atas batu besar sekali menggelinding ke arah bawah. Ya, itu sangat berbahaya untuk para pendaki. 

" Awas batu, awas batu, awas batu!!! " . Teriakan berulang-ulang kali dari pendaki bagian atas.

" Ehh-ehh kita kemana nih, batunya hampir deket nih mampus gua kalo kena " . Mengatakan kepada Terra dan Cenggo. Paniknya yang sangat klimaks, saya memutar badan saya ke arah kiri dan arah kanan untuk dimana saya bisa berlingdung dengan aman.

" Di balik batu itu dang " . Jawaban Terra kepada saya dan mengarahkan jari telunjuknya ke arah batu tersebut.

" Ett mana lagi buka sepatu ini gua, ntar sepatu gua jatoh lagi " . Mengambil sepatu dan memasukkan kaos kaki ke dalam sepatu.

Batu tersebut pun berhenti tidak jauh dari tempat istirahat kami, karena terganjel oleh batu yang besar juga serta dukungan pasirnya yang membuat batu tersebut berhenti. Sebelum kami semua berencana ingin mendaki Gunung Semeru, kami pernah berbincang dan mengira film 5cm ketika di pasir putih batu besar jatuh dari permukaan atas ke bawah hanyalah kejadian buatan, karena gambar yang di tampilkan sangatlah jelas bahwa batu tersebut hanyalah editan. Tetapi kejadian itu tidak dapat membohongi para pendaki. Yang terlihat secara langsung dimana batu besar menyerang kami yang berada di bawah.

Hati pun lega karena batu tersebut tidak menghampiri kami. Di tertawakanlah saya dengan dua kawan karena pergerakan dan ucapan saya yang lucu ketika kejadian tadi membuat mereka tertawa.

" Hahahaha, lu liat ga goo tadi dadang panik mau kemana, megang-megang sepatu lagi hahahaha " . Ujar Terra kepada Cenggo dengan tawaan yang keras.

" Iyaa ter hahahaha " . Jawaban Cenggo.

" Ehh lu berdua juga panikkan jujur ? " . Wajah saya yang menantang mereka.

" Tapi tadi lu kocak anjir hahahaha " . Tertawa terbahaklah mereka.
  
Detik-detik akhir, semangat yang membawa kami kepuncak Mahameru. Pukul 10:04 WIB. Saya berhasil menapakan kaki di puncak tertinggi. Ya, Gunung tertinggi diPulau Jawa atau Gunung tertinggi keempat di Indonesia dengan ketinggian 3676mdpl. Saya berlutut di atas pasir kasar yang dingin dan tak lupa mengucapkan syukur kepada sang penguasa tata surya zat yang begitu hebat mengkonstruksikan bumi ini. Begitu indah Gunung Semeru. Gunung yang di nobatkan sebagai puncak para dewa. Berada di atas awan yang sangatlah jauh dari kami suatu kebanggaan buat kami dan rasa lelah terbayar semua ketika kami berada dipuncak.

Menganalisis ucapan bapak yang bertemu saya dan yang lain ketika perjalanan menuju Arcopodo " Jangan di paksain banyak yang seperti itu hingga tidak mencapai puncak " . Lho ? Ya, sesampai kami dipuncak tidak seramai di perjalanan sebelumnya. Pendaki-pendaki yang berada di tempat bisa saya hitung dengan hitungan jari.


14 - Agustus - 2013


Berada di titik 3676mdpl puncak Gunung Semeru



Lelah mengalahkan segalanya
Hanya satu yang saya dapatkan
Yaitu
Mengalahkan diri sendiri

Sangat jauh di atas awan
Surya pula begitu jelas di mata
Pinjarnya mencoba untuk menerobos dinding gelap
Tidak
Tidak ada kata menyerah

Menyukai kegiatan alam bebas
Abu vulkanik dari kawah Jonggring Saloko
Mencintai budaya-budaya negeri ini
Dan mencintai alam semesta begitu juga dengan isinya
Serta mencintai tempat-tempat eksotis

Berjalan menahan berat beban
Menapak jalan setapak
Hingga sampailah di titik ujung tanduk
Tidak sia-sia mengorbanan yang di derita

Mahameru..
Berikan damainya
Mahameru..
Di bawah langit biru pusaka antara dua samudra
Mahameru..
Puncak para dewa
Mahameru..
Aku nyaman berada di sekeliling mu
Mahameru..
Aku cinta pada mu





Rasa malu untuk meminta air sudahlah hilang, yang ada di pikiran hanyalah "air" .

" Bang maaf ganggu, ada air tidak ? kalau ada saya minta sedikit aja bang " . Memohon untuk beliau memberi saya.

" Ada kok sebentar ya, ambilinn tuh " . Menyuruh temannya untuk mengambil sebotol air.

Rasanya pun nikmat walau sedikit air yang saya teguk. Disana pula saya sekalian belajar bersyukur dan berpikir tidak akan menyia-nyiakan air putih baik digunung maupun dikota selagi masih ada. Tidak cukup hanya sekali, kali ini saya meminta bersama dengan kawan-kawan. Pendaki yang baik saya temukan dipuncak Mahameru bersama seorang anak kecil berumur 10-11 tahun menurut prediksi saya. Kami di beri air putih lumayan mengembungi perut dan lebih baiknya, ia memberi dodol khas Jawa. Dodol ternikmat baru saya temui pada saat itu. Rasanya pun membangkitkan semangatku yang patah-patah.

Menyaksikan dua kali letusan dari kawah Gunung semeru dalam waktu 15 menit sekali moment yang sempurna menurut saya. Sampai dipuncak tanggal 17 Agustus adalah rencana kami dari awal. Tetapi hari yang tidak memungkinkan karena 17 hari sabtu dan seninnya kami sudah mulai memasuki pelajaran disekolah dan yang ke dua adalah tidak di perkenankan tanggal 17 Agustus berada dipuncak. Tetapi ada yang kurang. Ya tentu, ketika mengingat tiga kawan yang tidak hadirnya dipuncak karena terpisahnya kami pada saat di tanjakan pasir bebatuan. Setelah lamanya kami dipuncak, kami pun turun pada pukul 10:35 WIB. Tidak jauh dari puncak, munculah anak adam, Nabrak dengan berpostur badan kecil(kurus pendek lucu). Tetapi postur tubuh ia tidak mempengaruhi segalanya untuk menggapai puncak Mahameru. Perdananya ia mendaki gunung, yaitu diGunung Semeru membuat saya sangat salut kepada dia, fisik dan mental yang tidak teruji ia tebarkan pada saat itu. 

" Brak, Tebo sama Hadjun mana ? " . Terang saya.

" Tadi dia di bawah gua dang, pas gua liat bawah udah gaada. Yaudah gua naik terus aja " . Balasan dari Nabrak.

" Oh yaudah. Lu gua anterin kepuncak, yang lain cari Tebo sama Hadjun di bawah ya " . Mengambil keputusan yang baik menurut saya.

Saya pun memberi salam selamat kepada Nabrak yang telah menyampaikan rasanya kepada puncak Mahameru. Setelah foto-foto yang sudah saya abadikan di dalam kamera saya mulai dari foto kita berdua, pemandangan samudra awan, Gunung Arjuna dan Kawah  Jonggring saya pun turun berdua bersama Nabrak.


Back to camp, Kalimati

Pukul 10:50 WIB kami berdua turun dari puncak 3676mdpl itu. Entah mengapa dalam pendakian saya paling tidak bisa dalam keadaan menurun. Tidak bisa maksudnya dalam arti lemah atau tidak seperti jalan menurun normal di bandingkan naik. Hal ini saya rasakan tidak hanya dalam mendaki sekali ini saja, sebelum-sebelumnya pula merasakan hal yang sama. Siang pun membakar kulit-kulit kami dan kami makin melemah. Kini saya harus turun dari turunan terjang dengan perlahan-lahan dan cermat untuk memilih batu dan pasir  mana yang baik di pijak.Tetap perlahan, tenang dalam memilih pijakan, pelan, dan fokus. Kami pun sempat berlari-lari karna derasnya turunan yang tidak dapat kami hentikan sehingga mengakibatkan diri saya terjatuh terguling-guling saat itu membentur batu besar dan terlempar membesat ke atas permukaan pasir yang sangat kasar. Seketika pandangan saya menjadi kabur. Tiba-tiba jantung memompa lebih cepat, gelisah, dan panik. Ohh darah mengucur lebih cepat. Tanganku berusaha menutupi permukaan darah dengan air liur saya agar tidak terjadi infeksi. Pengeluaran darah yang begitu deras. Mencoba mengatur nafas dan berusaha menciptakan ketenangan agar denyut jantung kembali normal dan darah tidak begitu cepat keluar.

" Lu gapapa dang ? " . Tanya nabrak kepada saya dengan muka yang gelisah akan takut kenapa-kenapa para diri saya.

" Gapapa kok brak, ayu kita lanjutin jalannya " . Dengan kalimat yang membohongi diri sendiri dalam hati, karena pedihnya luka di kaki dan tangan yang saya rasakan.

" Yakin dang ? " . Tanya lagi karena kurang yakin.

" Iya beneran brak " . Meludah ke bagian tangan yang diselimuti oleh sarung tangan dan mengusap ke arah luka di kaki dan tangan.

Tenggorokan mulailah membutuhi air. Nabrak yang selalu ngomong " Dang nanti minta air yu ke pendaki " .  Mukanya memucat jalannya melemah dari biasanya. Di tengah jalan kami meminta kepada tiga pendaki. Kami di beri air putih walaupun ia bilang " . Tapi dikit saja ya, air saya juga hampir mau habis ".  Lembutan ucapannya dan senyumannya membuat saya tidak enak mengambil airnya. Akhirnya Nabraklah yang mengambi air si pendaki, saya menolaknya dengan cepat karena saya cepat sekali mengenal orang atau kondisinya pada saat itu. Ya, saya maklumi ia mengambil airnya. Karena tidak bisa membohongi diri sendiri. Tetapi kalau saya, saya tahan dalam-dalam demi air si pendaki tadi. Lagi-lagi saya menemukan pendaki baik hati. Kami di beri air lagi dan wafer cokelat. Kami pun lebih semangat untuk turun menemui kawan-kawan di bawah.

Bertemulai saya dengan kawan yang lengkap. Kondisi Tebo dan Hadjun mulai terlihat sehat. Ia menanyakan bagaimana di atas tadi dan banyak lagi hal lainnya yang ia tanyakan.

" Dang mau nganterin kepuncak lagi ga ? atau ga besok deh, gua pengen banget kepuncak " . Tebo memohon kepada saya

" Hmm liat nanti deh boo ya haha " .  Jawaban yang ragu dan dalam hati berkata "buseeeet".

Sampailah kami di tanah merata dan debu pasir sebagian pada pukul 11:35 WIB. Karena keasikan mengobrol dengan pendaki lain kami buta waktu akan turun. Sampai Arcopodo jam 11 lewat 55. Begitu juga sampai di akhir setengah perjalanan kami yaitu di tempat camp kami Kalimati pada pukul 12:20 WIB. Hal yang pertama kami lakukan adalah tidur dalam tenda untuk memulihkan tenaga menjadi 100% lagi. Sore tiba, langsung membagi tugas untuk memasak, mengambil air dan beres-beres isi dalam tenda. 

Days 4..

Kalimati


Tebo : " Goo ambilin korek di samping lu " . Meminta tolong kepada Cenggo mengambil korek untuk membakar parafin.
Cenggo : " Iya bentar " .  Dengan jawabannya yang slow
Hitungan detik mulai memanjang....

Tebo : " Goo mana koreknya " . Sedikit tegas.

Cenggo : " Iya sabar " . Duduk memeluk kakinya yang dingin.

Tebo : " Goo mana koreknya!!! " . Agak jengkel tidak di berikan.

Cenggo : " Inuuuuu!!!! " . Sambil menunjuk ke sebelah kaki Tebo dan pedenya ia ngomong inu dengan kencang.

Kami semua yang mendengar pun tertawa ngakak. Ada pun ketika Cenggo meminta tolong kepada Tebo dan mengatakan.. 

" Boo lontong dong itu " . Menunjuk botol aqua

" Haa ? Mana lontong ? " . Bingung mendengar lontong.

" Ehh maksudnya tolong " . Muka yang sedikit malu.

Lagi-lagi kami tertawa terbahak. " Udah dingin, otak jadi pengo lu hahaha " Ujar saya.

Sholat tidak terlupakan di dalam benak pikiran saya. Kami lebih menginap diKalimati di banding Ranukumbolo. Ingin sekali ngecamp disana untuk menyaksikan datangnya atau terbitnya matahari. Hmm.. Pasti indah banget ya. Setelah melakukan aktifitas dari siang kami tidur pukul 19:30 WIB. Turun pukul 10:30 WIB sampai jambangan pukul 10:45 WIB. 

Ditengah perjalanan menuju Cemoro Kandang kami bertemu Holle, yaitu teman angkatan SMA kami. Ia bersama kakaknya. Ia bimbang untuk melakukan perjalanannya, sebab logistik tidak memadai, tenda tidak bawa(numpang ngecamp di tenda orang keika bermalam diRanukumbolo). Tidak ambil kompromi ia lebih memilih turun bersama kami dan pulang berbarengan.  Cukup lama kami berada di pinggir jalur pendakian sekitar 2 jam lebih. Kami pun turun pukul 13:00 WIB. Begitu juga ke Cemoro Kandang pukul 14:05 WIB. 

Renjer Gunung Semeru sedang melakukan razia bunga edelweis di bawah turunan tanjakan cinta atau menghadap selatan ia berdiri di depan Ranukumbolo. Kami sempat di raziakan dan di minta untuk membongkar isi carrier. Untungnya kami semua tidak ada yang memetik bunga tersebut.

" Bang kalo ada yang kegep bawa edelweis diapain ? " . Pertanyaa kepo saya.

" Disuruh jalan jongkok 2 kali bolak-balik tanjakan cinta, disuruh push up, disuruh balikin ni bunga ke tempat dia nyabut, sama di telanjangin berendem diRanukumbolo untuk menyari sampah-sampah " .

" Tapi udah ada yang kena tuh bang ? " . 

" Ada tadi dari Jakarta dua orang dan dari mana gitu saya lupa satu orang " . Sambil menunjukan edelweis cabutan dari akarnya.

" Ohh enak dong bang yaa berendem diRanukumbolo hahaha " . Serta cekekekan saya.


" Mau nyobain ? " . Senyuman si abang.

" Engga deh bang makasih hahaha " .


" Wah gila, itu keren abis edelweisnya yang sudah tumbuh agak besar. Gimana ga banyak yang nyabut orang bunganya sangat indah sekali dan berada di beberapa gunung letaknya juga tinggi-tinggi di atas permukaan laut. Rasanya mau gua betak edelweisnya dari tangan si renjer " . Isi hati saya.

Wajar sih ya ada razia tersebut. Untuk meningkatkan dan menyadarkan para pendaki gunung. Untuk menjadi pendaki yang bertanggung jawab, taat pada aturan yang berlaku, dan menjaga tumbuhan-tumbuhan tetap hidup dengan sendirinya. Tumbuhan juga perlu hidup dan ia merasa sedih bila ada seorang pun yang menyabutnya.

Ranukumbolo pukul 14:50 WIB. Tidak banyak hal yang saya lakukan yaitu sholat dan beristirahat sejenak sembari rileksasi dan melihat kembali indahnya pemandangan surga mahameru. Kami tidak memasak, logistik kami ludes habis hanya tersisa cemilan-cemilan makanan kecil. Kebetulan rokok sudah habis sontak timbullah insting berburu dengan target orang sekeliling. Ini yang dinamakan berkah sesuai amal ibadah. Hahaha.. Saya mendapatkan 7 batang rokok dengan merk yang berbeda-beda. Lumayan sebagai asupan makanan kecil dijalan. Kami melanjutkan perjalanan pukul 16:30 WIB. Pos demi pos kami lalui laparnya kami membuat isi energi dalam tubuh melemah. 


Malam pun datang dengan baiknya, saya juga bersyukur tidak di hadapi dengan turunnya hujan. Terasa banyak sekali pendaki yang melawan arah saya untuk 17 Agustusan dipuncak. Namun, karna kepadatannya di perjalanan anggota tni turun untuk menjadi komando tidak di perbolehkan untuk kepuncak. Batas maksimal hanya diKalimati. Sedangkan upacara 17 Agustus dilaksanakan diKalimati, Ranukumbolo, dan Ranupani. Waw, ini mah gila kaya pasar padatnya, bahkan kalah pasar sumpah. Sampai-sampai harus mengantri saat menapak di jalur. Di perkirakan 2.000 lebih orang yang mendaki Gunung Semeru.

Berakhir petualangan kami pada pukul  20:50 WIB kami sudah berada diRanupani. Makan hal utama yang kami lakukan. Dengan porsi tiga kali lipat. Wow.. Ya ini mah sangat kosong isi perut karna kami menahan lapar dari siang hari. Sholat tidak saya lupakan dan bersegera tidur pada pukul 22:00 WIB di dalam hangatnya tenda dan sleeping bag.

(16/08/2013)
Bangun pukul 08:00 WIB mencoba menghubungi orangtua dan menanyakan kabar bagaimana kejemputan kami. Sinyal yang terputus-putus membuat saya harus turun sejenak sampai mendapatkan sinyal. Ketika mendengar adzan jumat'an berkumandang saya segera rapih-rapih dan mengambil sarung, setelah menghampiri mushola tersebut sudah kosong isinya. Apaboleh buat saya dan Botak menunaikan sholat dzuhur begitu juga dengan waktu Ashar. Pukul 16:00 WIB kamiturun dari Ranupani di sambung dengan mobil bak menuju Desa Tumpang pukul 17:30 kami sampai. Sampai Terminal Arjosari pukul 18:42 WIB disitulah kami di jemput dengan mobil. Berdempetan dan tumpuk-tumpukan. Kami di antarkan keSurabaya, dimana tempat ayah saya tinggal. Kami menginap dua hari disana hingga akhirnya minggu 18 Agustus kami melanjutkan perjalanan menuju Jakarta di antar dengan supir ayah saya dengan mobil. Seharian di mobil membuat kaki yang pegal-pegal ketekuk, badan yang miring-miring serta kepala yang salah bantal. Luar biasa capeknya dimobil sebanding dengan tracking kemarin. Haha jelas dempet-dempetan membuat pergelangan tidak sempurna. 


Sampai Jakarta (19-08-2013)











Pukul 08:00 WIB kami berada di depan sekolah dan menjadi topik disekolah tersebut. Karena aneh saja ya yang lain belajar sedangkan kami asik turun dari mobil menenteng carrier. Saya pikir ini adegan yang sangat gila. Guru pun tidak ada yang menegor pada saat itu, hanya satpam sekolah saja. Terdengar panggilan-panggilan dari dalam sisi sekolah yang sedang jam istirahat. Menanyakan kondisi pada kami. Kami cuma telat beberapa jam untuk tiba dirumah dan melanjutkan aktifitas disekolah.











Rekaman Kecil

Dipuncak Mahameru
Ingin aku kembali di pelukanmu
Merasakan dingin yang merambat di antara Ranu Kumbolo
Menyaksikan ilalang yang bergoyang di hamparan Oro oro ombo
Yang dapat ku rasakan segar embun dipuncak cemarah
Di antara indah pagi Cemoro Kandang
Hingga aku bisa lepas dan bebas
Berteriak lantang memaki hari yang memenjara sepi
Tidak ada seorang pun yang mengganggu
Saat aku berada di antara Arcopodo
Aku rindu kamu, Mahameruku..
Aku rindu lembut jemarimu
Membelai halus di antara rapuhny frame tendaku
Aku tak pernah takut akan terjal setapakmu
Aku hanya takut tak sempat melepasmu rindu bersamamu
Dipuncak Mahameru..