Kamis, 27 Februari 2014

Cincin Berapi

Media masa akhir-akhir ini sedang berseru tentang guncangan bencana. Bencana begitu extreme. Aku katakan karena berbeda dengan bencana lainnya. Contoh halnya, bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi dan lain sebagainya. Mereka-mereka yang tertekan ekonominya, pekerjaannya, dan juga pikirannya hanya berdiam diri di suatu pengungsian yang tak dapat berbuat apa-apa kecuali merenungkan nasib malangnya. Aku yang jauh lebih nyaman di banding mereka hanya melihat di layar kaca dalam berita-berita terkini. Sungguh, aku bersyukur kepada yang maha kuasa, telah melimpahkan sejuta rahmat dan karunia kepadaku. Aku yang bisa melakukan apapun yang kumau, bisa enyah kemanapun yang kutuju. Tetapi, apakah mereka-mereka bisa melakukan hal yang sama denganku? . Jujur, aku sedih dan resah melihatnya yang tak sedap di pandang mata dan di terima di hati. Ingin sekali aku melakukan kontribusi untuk mereka-mereka di sana. Tetapi hanya abun-abun saja sehinggal membara. Sumbangan hari demi hari yang dapat kudedikasika serta doa kecil dari mulutku yang dapat kuserahkan kepada tuhan sang kuasa jagat raya.

Dari bulan Agustus 2013 hingga Februari 2014 ini Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Karo tengah di hantui oleh letusan-letusan sangar. Khususnya yang terdampak langsung diDesa Sigarang-garang tepat di kaki gunungnya. Tercatat sudah memuntahkan abu vulkanik atau awan panas berpuluh-puluh kali letusan yang keluar dari mulut gunung tersebut. Bahkan dalam sehari telah memuntahkan empat kali letusan dasyat. 100-700 km/jam pergerakan abu mematikan tersebut melanda. Hingga menyerbu warga-warga yang tinggal diDesa gunung tersebut, sehingga warga tersebut mau tidak mau harus menjauh dan menyelamatkan diri dari serangan abu itu. Mereka-mereka yang banyak kehilangan anggota keluarga dan kerabatnya masing-masing, akibat terkena luka bakar awan panas/500 derajat selsius. Tempat dimana mereka menahan panasnya matahari dan berlindung saat hujan menyerang, begitu cepatnya rusak, hancur, bahkan roboh yang tak kuat pondasinya saat menahan berat beban abu, terlebih ketika hujan, ia akan sangat dominan beratnya. Abu tersebut berukuran 15-30 cm. 25 juta penduduk dan banyak titik pengungsian yang di sediakan oleh mereka-mereka dari pemerintah. Dengan jarak 5 km radius mereka harus berjauhan dengan tempat tinggalnya, sehingga mereka tak tahu apa yang terjadi pada tempat tinggal mereka masing-masing. Begitu pula dengan lahan pertanian mereka. Berpuluh-puluhan hektar lahan pertaniannya di warnai dengan abu-abu membahayakan, sehingga membusuk atau gagal panen. Kini penghasilan mereka tak sesuai dengan biasanya atau tak sesuai dengan target. Ia yang seminggu seharusnya mendapatkan beratus-ratusan kilogram, kini mereka hanya mendapatkan 12 kilogram kurang lebih. Kenyataan yang harus di terima oleh para petani, dan hanya meninggalkan kenangan, walaupun kenyataan tersebut meresahkan diri mereka masing-masing.

Tidak hanya di situ berhenti, bencana tersebut terus berjalan. Ya, Provinsi Jawa Timur perbatasan Kabupaten Kediri, Malang, Blitar, kini telah berkalaborasi dengan Provinsi Sumatera utara sebelumnya. Dampak langsung letusan gunung ini menimpal Desa Kebonrejo, Besowo, Kampung baru,  13 Februari 2014 telah meletus dari danau kawah pada pukul 22:50 WIB. Hujan abu menyebar di beberapa wilayah, seperti Kediri, Malang, Blitar, Surabaya, Ponorogo, Solo, Boyolali, Yogya, Magelang, dan masih banyak lagi lainnya. Bahkan letusan abu ini teroper sampai Provinsi Jawa Barat. Terbayangkan, abu vulkanik yang singgah di tiga Provinsi itu begitu lebih dasyatnya. Mereka yang di himbau tidak masuk dalam kawasan sekurang-kurangnya radius 10 km. Mereka yang di ungsikan adalah warga dari 35 Desa di sembilan kecamatan di Kabupaten Blitar, Kediri, dan Malang. Jumlah penduduk terpapar sekitar 201.288 jiwa atau sekitar 58.341 jiwa kepala keluarga. Menurut BNPB, mereka-mereka yang tinggal di radius 15 km banyak yang kerja bakti membersihkan abu, pasir, dan bebatuan di jalan maupun di genting-genting rumah. Pembersihan di lakukan secara swadaya agar tidak ada kecelakaan lalu lintas karena abu setebal 3-5 cm. 


Kita hidup dalam era globalisasi. Dinamika-dinamika seperti ini pasti terjadi dibumi tempat kita berada. Segala sesuatu musibah datang tak satupun orang yang mengetahuinya, begitu juga tak dapat kita hindarkan walau sekuat apapun pondasi kita, kecuali karena izin tuhan. Tuhan memberi cobaan ini pasti ada maksud tertentu, karena rencana tuhan jauh lebih baik dari apa yang kita rencanakan. Aku tau, menerima cobaan ini sukar sekali di ikhlaskan, tetapi akan lebih baik apabila kita mengikhlaskannya, meridhokan segala apapun musibah yang datang pada diri kita. Semua orang pasti resah, pasti ngeluh, tetapi tidak berkelanjutan, hal yang lebih teguh. Karena tuhan tau mereka-mereka yang ikhlas dan bersabar akan di beri nikmat yang berkelanjutan pula.

Aku pernah menonton di layar kaca, seorang nenek tua berumur sekitar 75 tahun yang terpisah dengan cucunya ketika erupsi melanda. Seorang nenek di temukan tim sar di sebuah desa dengan kondisi lelah dan sesak napas. Entah apa yang menyebabkan nenek berpisah dengan anggota keluarganya. Si nenek pun di angkut dan di beri manjaan di posko pengungsian. Beberapa jam kemudian si cucu dapat di temukan pula oleh sar dan mengalamai kondisi yang sama dengan nenek. Ketika mereka dapat berkumpul bersama-sama lagi, mereka menangis tragis dan sesekali memeluknya. Menurut kesimpulannya, mereka panik sehingga terburu-buru saat menjauh dari darius 5 km untuk menyelamatkan dirinya. Akibat kelelahan terlalu menimpal pikirannya, mereka pun terlentang di jalan, sehingga tak dapat lagi melanjutkan perjalanan. Menariknya lagi, ketika si nenek di angkut oleh sar, si nenek menenteng sendal jepitnya dari ia di bawa ke mobil hingga posko. Diposko pun si nenek menaruhnya sendal jepitnya tepat di samping ia berbaring tidur. Aku merenung, berpikir dalam, dan tak ada gerakan yang kutimbulkan. Begitu kuatnya si nenek dan si cucu untuk menghadapi rintangan yang menusuknya. Aku berpikir mereka tak putus asa dan mempunyai tekad yang tinggi. Mereka ingin selamat, mereka masih ingin beribadah tekun, dan beramal soleh. Karena izin tuhan, mereka di beri kesempatan untuk tetap hidup. Karena keajaiban lebih berpihak pada yang lebih berani dan mungkin saja tuhan akan mengalahkan pada yang lemah. 

Aku sangat berterima kasih pada tim sar yang begitu mulia pengorbanan dari beliau, meskipun bukan aku yang ia tolong. Mungkin apabila sar tak datang atau terlambat pada waktunya, si nenek dan cucu sudah tiada nyawanya. Semoga tuhan memberi kebalasan yang berlimpah kepada tim pencari korban. Karena ia layak mendapat balasan, mendapat sanjungan, dan patut di contoh dedikasinya. Sangat banyak yang dapat kutarik kesimpulan dari cerita gunung meletus itu. Dan yang pasti aku sangat bersyukur terhadap kehidupanku sekarang ini. Sinabung dan Kelud, engkau masih eksotisme dan aku yakin, zona ini akan keluar dan berakhir pada waktunya.

"Langit memang masih biru dan masa yang akan datang masih begitu terang. Pasir pantai memang mudah terperosot tetapi akan bergerak bila ombak menabrak. Kehidupanmu belum berwarna putih dan pasti ada pintu keluar. Perkara memang membuat jatuh tetapi pikiran dapat di lawan dengan perbuatan"