Minggu, 22 Desember 2013

Selamat Hari Ibu, Mah{}

Wanita itu adalah matahariku saat pagi hingga sore hari. Dan pada malam yang buta, dia bagaikan bintang hidupku. Selalu menyinariku sejak balita hingga dewasa ini dan selalu mengindahkan pemaparan dewasa ini sehingga menjadi sempurna. Beliau yang telah mengandungku selama sembilan bulan. Aku tau, selama sembilan bulan itu beliau menahan berat beban, selain itu ia merintis kesakitan, letih dalam kehidupannya, aku tau itu. Bahkan beliau yang melahirkanku, beliau mempertarungkan nyawanya untukku, beliau rela tertusuk dalam kesakitannya demiku. Dia tak kenal lelah dalam memberi kognisi kepadaku. Dia pantang menyerah dalam mendidikku, hingga aku memiliki potensi yang makro. Dia bersudi mengasuhku dalam suka dan duka. Ia selalu sabar ketika menyuapi makan dan minumku yang susah di atur ini. Ia satu-satunya manusia yang mengasihi susunya untukku.  Ia tak pernah malas memandikanku, bahkan tak pernah jijik dalam membersihkan najisku. Patriotismenya yang begitu tak terkalahkan dan rentan, ketika ideologi menaklukkannya. Selalu mahir ketika ambekan ini terlontarkan. Selalu memprioritaskan urusannya dalam dilema yang tergencit. Selalu mengalami finansial bahkan harus di hadapkan oleh inflasi demi kebutuhanku. Tidak ada yang bisa mengalahkan dedikasinya jika ada yang agresif menyerangku, ia selalu reaktif. Loyalitasnya yang sangat tinggi, dalam jeritan dan tangisanku tengah malam. Tak pernah enyah dari kenyataan dan sungguh welas asih saat aku bertingkah laku konyol. Seseorang yang mencintaiku untuk pertama kalinya dan mencintaiku penuh apa adanya, bahkan cintanya tanpa batas, tanpa kuminta.  Seseorang yang selalu mempunyai ribuan maaf bahkan tak terhingga akan hatinya kulukai, pikirannya kusedihkan, fisiknya runtuh, dan aktivitasnya rumit. Seseorang yang merindukanku saat aku lagi tak erat padanya, saat aku menjauhkan atau jauh darinya. Seseorang yang selalu mengarahkanku kejalan yang lurus. Seseorang yang selalu mengingatkanku selalu berbuat baik, jujur, sholeh, berbakti, bekerja keras, selalu bersyukur dengan apa yang ada, dan ribuan alasan lainnya. Seseorang yang membuatku menjadi kuat dan berani. Seseorang yang ikhlas menerimaku apa adanya sebelum tau seperti apa rupa, objek, dan perbuatan perilakuku. Aku sadar, sadar betapa beratnya menjadi dia, menjadi apa yang kuinginkan, kepuasan hati ini. Begitu menyusahkannya diriku untuknya, sungguh dosa banyak yang telah ku tabung, tetapi iya selalu menjadi malaikat penyabar dan pemaaf. Mereka-mereka mengatakan aku selalu di manja dan di timang, tangisan nakal dari bibirku, takkan jadi deritanya. Tangannya yang sangat-sangat halus bahkan suci, sesuci hatinya, telah mengangkat diri yang sangat berat ini, jiwa dan raga seluruh hidupku ini, rela dia berikan kepadaku. Aku ingin membalas kebaikan-kebaikannya yang telah mematikan dirinya, walau ada yang bilang "hanya memberi, tak harap kembali" . Aku ingin selalu mendoakan dia apapun doanya, menjadi yang terbaik di mata kepalanya, berbakti, dan menghadapi apapun yang menyangkut paut dengan dirinya. Kan ku lawan hingga cacat jika ada orang yang melawan dan menghina dirinya, aku akan buktikan dan aku pasti bisa, ya bisa. Dialah seseorang yang tak kunjung rampung mendoakan segala-galanya tentangku di setiap tangannya yang meminta, arah kepalanya yang ke tengokan bawah, dudukannya di atas sejadah dalam panasnya siang dan dinginnya malam. Kasihnya tak terhingga sepanjang masa dan konsolidasi denganku yang tak akan pernah retas. Ada dan tiada dirinya, dia selalu ada dalam hati yang merah ini. Aku benar-benar mencintainya, dia manusia dan wanita pertama yang kucinta, yaitu ibuku.